Ayah, izinkan aku cemburu pada mereka dengan ayah yang sehat. karenanya aku rindu melewati banyak hal bersamamu. Tapi Tuhan tidak membiarkan begitu saja. Dia mengirimkan begitu banyak pesan pada celah-celah dinding otakku. Menjawab setiap pertanyaan yang aku tinggalkan sebelum tidur. Namun, sel-sel saraf menolak menerimanya. Pesan itu tidak sampai pada pusatnya, mengendap di tepi-tepi organ otak.
Hingga akhirnya Tuhan menegur sedikit lebih lantang. Hati, Tuhan membidik tepat sasaran ke dalamnya. Pada hati, pesan itu disampaikan dengan pelan namun tepat waktu. Tidak mudah memang menerimanya, sulit untuk diterjemahkan. Tapi ketika otak mulai tersentuh, pesan yang pernah tercekat oleh saraf tepi, akhirnya semakin jelas terbaca.
Vonisnya, tidak ada yang salah dengan otakku, melainkan hati yang tertutup racun. Kenapa? kenapa hanya berfokus pada ayahmu yang sakit bertahun-tahun lamanya? Bukankah harusnya bersyukur? Kamu masih bisa melihatnya, menyentuhnya, mendengarnya, menggunting rambutnya, memotong kukunya, menyiapkan obat, menyetrika bajunya, mengangkatnya ketika terjatuh, menyiapkan makanannya, memijat kakinya, mengobati lukanya, bahkan lebih banyak lagi.
Bukankah banyak orang diluar sana yang kehilangan ayahnya, bahkan tanpa pernah melihat, tanpa pernah merasakan kasih, tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal apalagi merawatnya? Kenapa harus terfokus pada hal yang sudah terjadi?
Pada hati, sampaikanlah. Pikirkan, hal terbaik yang bisa dilakukan untuk meringankan bebannya. Bukan tentang menjadi perawat yang baik, karena ajal bisa saja melenyapkan nafasmu lebih dahulu. Adakah sesuatu yang kekal dalam hidup? Nothing. Sebab mati itu pasti. Lantas hal kekal apa yang paling dibutuhkan? Jannah! ( Baca: Jangan Pernah Salahkan Jomloo, Jika Malam Minggu Ini Turun Hujan )
Padamu ayah, tidak ada yang mampu ku berikan dari dunia ini. Tapi ridhoi aku menjadi jaminan akhiratmu. Mungkin sekarang langkahku masih tertatih menjangkau Surga untuk mu. Mungkin ada kalanya aku berhenti di langkah yang sama, tapi bukan berarti aku melangkah mundur. Sebab aku, tidak pernah rela menyeretmu dalam panasnya api keburukan, apalagi menjadi jembatanmu ke neraka.
Ayah, maafkan aku terlahir berbeda. Maafkan aku yang terlambat menerima pesan dari-Nya. Semoga hijrahku ini, dapat meringankan hisabmu di hadapan-Nya. Dan, Ayah, restui aku agar Allah jatuh cinta kepadaku. Yakinkan aku hanya melakukan hal yang baik hingga Rasulullah pun berpihak padaku ( Baca: Lelaki Sejati Itu Mendekati, Menikahi, Lalu Menafkahi. Bukan Hanya Bisa Ngegombalin Lalu Pergi )
0 Response to "Ayah, Maafkan Aku Terlahir Berbeda"
Posting Komentar