Perihal rindu yang masih suci, belum ternoda dengan debu-debu jumpa. Semoga penantian yang sederhana ini bermuara pada sungai yang jernih. Tidak ada sebintik gerimis curang yang berupaya membawa kata pisah. Hingga basah pada selembar kertas rasa. Aku harap tak begitu, taka da keliru yang akan dating bersama ketidak fahamku.
Saat tangan mulai beradu dan wajah masih basah oleh air wudhu. Saat itu lah aku sampaikan rinduku padamu wahai calon imamku. Aku sampaikan untaian kata yang berakhir doa. Semoga kau di sana bisa merasakan apa yang sedang aku rasakan. Menantikan sebuah pertemuan yang entah kapan bisa terwujud.
Malam ini, saat temeram tersiram cahaya teduh. Pada bilah-bilah sunyi yang hinggap di muka jendela kayu. Aku berbisik pada cakrawala yang berselimut sepi. Berharap semesta berkenan mendengar segala semoga yang mengalir pada sehelai lidah saat tengadah. (Baca: Kamu Mau Kapan Ke Rumah, Sudah Ditunggu Sama Ayah)
Kamu adalah takdirku, seperti malam yang pasti akan bertemu dengan pagi. Seperti daun yang menyapa angina di sore hari. Kau adalah aku yang nanti akan menjadi kita dalam sebuah ikatan yang halal. Jangan pernah ragu untuk menyebutkan namaku di depan ayahku. Datanglah, aku di sini masih menunggumu. Bersama rindu dan doa saat malam tiba menjemput pagi.
0 Response to "Dear Allah, Titip Calon Imaku Ya"
Posting Komentar